Senin, 30 April 2012

Proses Berbangsa Dan Bernegara


PROSES BERBANGSA DAN BERNEGARA

Hakikat Bangsa
Konsep bangsa memiliki dua pengertian (Badri Yatim, 1999), yaitu bangsa dalam pengertian sosiologis antropologis dan bangsa dalam pengertian politis.
A. Bangsa dalam Arti Sosiologis Antropologis
Bangsa dalam pengertian sosiologis antropologis adalah persekutuan hidup masyarakat yang berdiri sendiri yang masing-masing anggota persekutuan hidup tersebut merasa satu kesatuan ras, bahasa, agama, dan adat istiadat. Jadi, mereka menjadi satu bangsa karena disatukan oleh kesamaan ras, budaya, keyakinan, bahasa, dan sebagainya. Ikatan demikian disebut ikatan primordial. Persekutuan hidup masyarakat semacam ini dalam suatu negara dapat merupakan persekutuan hidup yang mayoritas dan dapat pula persekutuan hidup minoritas.
Suatu negara dapat terdiri dari beberapa bangsa. Misalnya Amerika Serikat terdiri dari bangsa Negro, bangsa Indian, bangsa Cina, bangsa Yahudi, dan lain-lainnya, yang dahulunya merupakan kaum pendatang. Sri Lanka terdiri dari bangsa Sinhala dan bangsa Tamil. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai bangsa yang tersebar dari Aceh sampai Irian Jaya, seperti Batak, Minangkabau, Sunda, Dayak, Banjar, dan sebagainya.
Sebuah bangsa dapat pula tersebar di beberapa negara. Misalnya bangsa Arab tersebar di berbagai negara di sekitar Timur Tengah. Bangsa Yahudi terdapat di beberapa negara Eropa dan Amerika Serikat.
B. Bangsa dalam Arti Politis
Bangsa dalam pengertian politik adalah suatu masyarakat dalam suatu daerah yang sama dan mereka tunduk pada kedaulatannegaranya sebagai suatu kekuasaan tertinggi ke luar dan ke dalam. Jadi, meeeka diikat oleh kekuasaan politik, yaitu negara.
Jadi, bangsa dalam arti politik adalah bangsa yang sudah bernegara dan mengakui serta tunduk pada kekuasaan dari negara yang bersangkutan. Setelah mereka bernegara, terciptalah bangsa. Misalnya, kemunculan bangsa Indonesia (arti politis) setelah terciptanya negara Indonesia.
Bangsa dalam arti sosiologis antropologis sekarang ini lebih dikenal dengan istilah etnis, suku, atau suku bangsa. Ini untuk membedakan dengan bangsa yang sudah beralih dalam arti politis. Namun, kita masih mendengar istilah bangsa dalam arti sosiologis antropologis untuk menunjuk pada persekutuan hidup tersebut. Misalnya bangsa Moro, bangsa Yahudi, bangsa Kurdi, dan bangsa Tamil. Bangsa Indonesia (dalam arti politis) memiliki banyak bangsa (dalam arti sosiologis antropologis) seperti suku bangsa Batak, Minangkabau, Jawa, Betawi, Madura, Dayak, Asmat, Dani, dan lain-lain. Indonesia dikenal sebagai bangsa yang heterogen karena ada banyak bangsa di dalamnya.
Proses Pembentukan Bangsa-Negara
Secara umum dikenal adanya dua proses pembentukan bangsa-negara, yaitu model ortodoks dan model mutakhir (Ramlan Surbakti, 1999).
Pertama, model ortodoks yaitu bermula dari adanya suatu bangsa terlebih dahulu, untuk kemudian bangsa membentuk satu negara tersendiri. Contoh, bangsa Yahudi berupaya mendirikan negara Israel untuk satu bangsa Yahudi. Setelah bangsa-negara ini terbentuk maka rezim politik (penguasa) dirumuskan berdasarkan konstitusi negara yang selanjutnya dikembangkan oleh partisipasi warga negara dalam kehidupan politik bangsa-negara yang bersangkutan.
Kedua, model mutakhir yaitu berawal dari adanya negara terlebih dahulu yang terbentuk melalui proses tersendiri, sedangkan penduduk negara merupakan sekumpulan suku bangsa dan ras. Contohnya adalah kemunculan negara Amerika Serikat pada tahun 1776.
Kedua model ini berbeda dalam empat hal:
1. Ada tidaknya perubahan unsur dalam masyarakat. Model ortodoks tidak mengalami perubahan unsur karena satu bangsa membentuk satu negara. Model mutakhir mengalami perubahan unsur karena dari banyak kelompok suku bangsa menjadi satu bangsa.
2. Lamanya waktu yang diperlukan dalam proses pembentukan bangsa-negara. Model ortodoks membutuhkan waktu yang singkat saja, yaitu hanya membentuk struktur pemerintahan, bukan pembentukan identitas kultural baru. Model mutakhir memerlukan waktu yang lama karena harus mencapai kesepakatan tentang identitas kultural yang baru.
3. Kesadaran politik masyarakat pada model ortodoks muncul setelah terbentuknya bangsa-negara, sedangkan dalam model mutakhir, kesadaran politik warga muncul mendahului bahkan menjadi kondisi awal terbentuknya bangsa-negara.
4. Derajat partisipasi politik dan rezim politik. Pada model ortodoks, partisipasi politik dan rezim politik dianggap sebagai bagian terpisah dari proses integrasi nasional. Pada model mutakhir, partisipasi politik dan rezim politik merupakan hal yang tak terpisahkan dari proses integrasi nasional.

Hakikat Negara
A. Arti Negara
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, negara mempunyai dua pengertian berikut :
Pertama, negara adalah organisasi di suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati rakyatnya.
Kedua, negara adalah kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi di bawah lembaga politik dan pemerintah yang efektif, mempunyai satu kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya.
Sedangkan pengertian negara menurut pendapat para ahli, antara lain sebagai berikut :
1. Negara ialah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang telah berkediaman di wilayah tertentu (Georg Jellinek).
2. Negara adalah organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu golongan atau bangsanya sendiri (Kranenburg).
3. Negara adalah alat (agency) atau wewenang (authority) yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat (Roger F. Soultau).
4. Negara adalah organisasi kekuasaan masyarakat yang mempunyai daerah tertentu di mana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai sovereign (Soenarko).
5. Negara merupakan organisasi kesusilaan yang muncul sebagai sintesis dari kemerdekaan individual dan kemerdekaan universal (George Wilhelm Fredrich Hegel).
6. Negara ialah suatu organisasi masyarakat atau kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama (R. Djokosoetono).
7. Negara adalah suatu persekutuan keluarga dengan segala kepentingannya yang dipimpin oleh akal dari suatu kuasa yang berdaulat (Jean Bodin).
8. Negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari warganya ketaatan pada perundangan melalui penguasaan kontrol dari kekuasaan yang sah (Miriam Budiardjo).
B. Unsur-unsur Negara
Dari beberapa pendapat mengenai negara tersebut, dapat disimpulkan bahwa negara adalah organisasi yang di dalamnya harus ada rakyat, wilayah yang permanen dan pemerintah yang berdaulat (baik ke dalam maupun ke luar). Hal di atas disebut unsur-unsur negara, seperti dijelaskan di bawah ini:
1. Rakyat, yaitu orang-orang yang bertempat tinggal di wilayah itu, tunduk pada kekuasaan negara dan mendukung negara yang bersangkutan.
2. Wilayah, yaitu daerah yang menjadi kekuasaan negara serta menjadi tempat tinggal bagi rakyat negara. Wilayah juga menjadi sumber kehidupan rakyat negara. Wilayah negara mencakup wilayah darat, laut, dan udara.
3. Pemerintah yang berdaulat, yaitu adanya penyelenggara negara yang memiliki kekuasaan menyelenggarakan pemerintahan di negara tersebut. Pemerintah tersebut memilih kedaulatan baik ke dalam maupun ke luar. Kedaulatan ke dalam berarti negara memiliki kekuasaan untuk ditaati oleh rakyatnya. Kedaulatan ke luar artinya negara mampu mempertahankan diri dari serangan negara lain.
Unsur-unsur di atas; unsur rakyat, wilayah, dan pemerintah yang berkedaulatan merupakan unsur konstitutif atau unsur pembentuk, yang harus terpenuhi agar terbentuk negara. Selain ada unsur rakyat, wilayah dan pemerintah yang berdaulat, ada unsur pengakuan dari negara lain. Pengakuan dari negara lain merupakan unsur deklaratif. Unsur deklaratif adalah unsur yang sifatnya menyatakan, bukan unsur yang mutlak.
Sebagai organisasi kekuasaan, negara memiliki sifat memaksa, monopoli, dan mencakup semua.
1. Memaksa, artinya memiliki kekuasaan untuk menyelenggarakan ketertiban dengan memakai kekerasan fisik secara legal.
2. Monopoli, artinya memiliki hak menetapkan tujuan bersama masyarakat. Negara memiliki hak untuk melarang sesuatu yang bertentangan dan menganjurkan sesuatu yang dibutuhkan masyarakat.
3. Mencakup semua, artinya semua peraturan dan kebijakan negara berlaku untuk semua orang tanpa kecuali.
C. Teori Terjadinya Negara
1. Proses Terjadinya Negara secara Teoritis
Para ahli politik dan hukum tatanegara telah membuat teoretisasi tentang terjadinya negara. Artinya, proses terjadinya negara yang dimaksud di sini merupakan hasil pemikiran para ahli tersebut, bukan berdasarkan kenyataan faktualnya.
Beberapa teori terjadinya negara adalah sebagai berikut:
a. Teori Hukum Alam
Teori hukum alam merupakan hasil pemikiran yang paling awal, yaitu masa Plato dan Aristoteles. Menurut teori ini, terjadinya negara adalah sesuatu yang alamiah. Bahwa segala sesuatu itu berjalan menurut hukum alam, yaitu mulai dari lahir, berkembang, mencapai puncaknya, laut, dan akhirnya mati. Negara terjadi secara alamiah, bersumber dari manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki kecenderungan berkumpul dan saling berhubungan untuk mencapai kebutuhan hidupnya.
b. Teori Ketuhanan
Teori ini muncul setelah lahirnya agama-agama besar di dunia, yaitu Islam dan Kristen. Dengna demikian, teori ini dipengaruhi oleh paham keagamaan. Menurut teori ketuhanan, terjadinya negara adalah kehendak Tuhan, didasari kepercayaan bahwa segala sesuatu berasal dari Tuhan dan terjadi atas kehendak Tuhan.
Munculnya paham teori ini karena orang yang beragama yakin bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa (paham monoteisme) dan Dewa-Dewa (paham politeisme) yang menciptakan alam semesta dan segala isinya termasuk negara. Tuhan memiliki kekuasaan mutlak di dunia. Negara dianggap penjelmaan kekuasaan dari Tuhan. Para Raja atau penguasa negara merupakan titisan Tuhan atau wakil Tuhan yang memiliki kekuasaan untuk memerintah dan menyelenggarakan pemerintahan. Penganjur teori ini antara lain: Freiderich Julius Stahl, Thomas Aquinas, dan Agustinus.
c. Teori Perjanjian
Teori perjanjian muncul sebagai reaksi atas teori hukum alam dan kedaulatan Tuhan. Mereka menganggap kedua teori tersebut belum mampu menjelaskan dengan baik bagaimana terjadinya negara. Teori ini dilahirkan oleh pemikir-pemikir Eropa menjelang abad Pencerahan. Mereka adalah Thomas Hobbes, John Locke, J.J. Rousseau, dan Montesquieu.
Menurut teori perjanjian, negara terjadi sebagai hasil perjanjian antarmanusia individu. Manusia berada dalam dua keadaan, yaitu keadaan sebelum bernegara dan keadaan setelah bernegara. Negara pada dasarnya adalah wujud perjanjian dari masyarakat sebelum bernegara tersebut untuk kemudian menjadi masyarakat bernegara.
Pendapat lain dikemukakan oleh G. Jellinek, yaitu terjadinya negara dapat dilihat secara primer dan sekunder. Perkembangan negara secara primer membicarakan tentang bagaimana pertumbuhan negara mulai dari persekutuan atau kelompok masyarakat yang sederhana berkembang menjadi negara yang modern. Menurut Jellinek, terjadinya negara secara primer melalui empat tahapan, yaitu:
a. Persekutuan masyarakat,
b. Kerajaan,
c. Negara, dan
d. Negara demokrasi.
Perkembangan negara secara sekunder membicarakan tentang bagaimana terbentuknya negara baru yang dihubungkan dengan masalah pengakuan. Jadi, yang terpenting adalah muncul tidaknya negara baru tersebut adalah karena ada tidaknya pengakuan dari negara lain.
2. Proses Terjadinya Negara di Zaman Modern
Menurut pandangan ini dalam kenyataannya, terjadinya negara bukan disebabkan oleh teori-teori seperti di atas. Negara-negara di dunia ini terbentuk karena melalui beberapa proses, seperti:
a. Penaklukan atau occupatie, yaitu suatu daerah yang tidak dipertuan, kemudian diambil alih dan didirikan negara di wilayah itu. Misal, Liberia adalah daerah kosong yang dijadikan negara oleh para budak Negro yang telah dimerdekakan orang Amerika. Liberia dimerdekakan pada tahun 1847.
b. Peleburan atau fusi, yaitu suatu penggabungan dua atau lebih negara menjadi negara baru. Misal, Jerman Barat dan Jerman Timur bergabung menjadi negara Jerman.
c. Pemecahan, yaitu terbentuknya negara-negara baru akibat terpecahnya negara lama sehingga negara sebelumnya menjadi tidak ada lagi. Contohnya Yugoslavia terpecah menjadi negara Serbia, Bosnia, dan Montenegro. Uni Sovyet terpecah menjadi banyak negara baru. Cekoslovakia terpecah menjadi negara Ceko dan Slovakia.
d. Pemisahan diri, yaitu memisahnya suatu bagian wilayah negara kemudian terbentuk negara baru. Pemisahan berbeda dengan pemecahan di mana negara lama masih ada. Misalnya India kemudian terpecah menjadi India, Pakistan, dan Bangladesh.
e. Perjuangan atau revolusi, merupakan hasil dari rakyat suatu wilayah yang umumnya dijajah negara lain kemudian memerdekakan diri. Contohnya adalah Indonesia yang melakukan perjuangan revolusi sehingga mampu membentuk negara merdeka. Kebanyakan kemerdekaan yang diperoleh negara Asia Afrika setelah Perang Dunia II adalah hasil perjuangan rakyatnya.
f. Penyerahan/pemberian adalah pemberian kemerdekaan kepada suatu koloni oleh negara lain yang umumnya adalah bekas jajahannya. Inggris dan Perancis yang memiliki wilayah jajahan di Afrika, banyak memberikan kemerdekaan kepada bangsa di daerah tersebut. Contoh: Kongo dimerdekakan oleh Perancis.
g. Pendudukan, terjadi terhadap wilayah yang ada penduduknya, tetapi tidak berpemerintahan. Misalnya Australia merupakan daerah baru yang ditemukan Inggris meskipun di sana terdapat suku Aborigin. Daerah Australia selanjutnya dibuat koloni-koloni di mana penduduknya didatangkan dari dataran Eropa. Australia dimerdekakan tahun 1901.
D. Fungsi dan Tujuan Negara
Fungsi negara merupakan gambaran apa yang dilakukan negara untuk mencapai tujuannya. Fungsi negara dapat dikatakan sebagai tugas daripada negara. Negara sebagai organisasi kekuasaan dibentuk untuk menjalankan tugas-tugas tertentu.
Di bawah ini adalah fungsi negara menurut beberapa ahli, antara lain sebagai berikut:
1. John Locke, seorang sarjana Inggris, membagi fungsi negara menjadi tiga fungsi, yaitu:
a. Fungsi Legislatif, untuk membuat peraturan,
b. Fungsi Eksekutif, untuk melaksanakan peraturan,
c. Fungsi Federatif, untuk mengurusi urusan luar negeri dan urusan perang dan damai.
2. Montesquieu membagi fungsi negara sebagai berikut:
a. Fungsi Legislatif, membuat undang-undang
b. Fungsi Eksekutif, melaksanakan undang-undang
c. Fungsi Yudikatif, untuk mengawasi agar semua peraturan ditaati (fungsi mengadili), yang populer dengan nama Trias Politika.
3. Van Vollen Hoven, seorang sarjana dari Belanda menyatakan fungsi negara dibagi dalam:
a. Regeling, membuat peraturan;
b. Bestuur, menyelenggarakan pemerintahan;
c. Rechtspraak, fungsi mengadili;
d. Politie, fungsi ketertiban dan keamanan.
Ajaran Van Vollen Hoven tersebut terkenal dengan Catur Praja.
4. Goodnow menyatakan, fungsi negara secara prinsipil dibagi menjadi dua bagian:
a. Policy Making, yaitu kebijaksanaan negara untuk waktu tertentu, untuk seluruh masyarakat.
b. Policy Executing, yaitu kebijaksanaan yang harus dilaksanakan untuk tercapainya policy making.
Ajaran Goodnow ini terkenal dengan sebutan Dwipraja (dichotomy).
5. Miriam Budiardjo, menuliskan fungsi pokok negara sebagai berikut:
a. Melaksanakan penertiban untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrokan-bentrokan dalam masyarakat. Dapat dikatakan bahwa negara bertindak sebagai stabilisator.
b. Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Fungsi ini dijalankan dengan melaksanakan pembangunan di segala bidang.
c. Pertahanan. Hal ini diperlukan untuk menjaga kemungkinan serangan dair luar. Untuk ini negara dilengkapi dengan alat-alat pertahanan.
d. Menegakkan keadilan. Hal ini dilaksanakan melalui badan-badan peradilan.
Keseluruhan fungsi negara tersebut diselenggarakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan negara yang telah ditetapkan bersama.
Adapun tujuan suatu negara berbeda-beda. Di bawah ini adalah beberapa tujuan negara menurut para ahli:
1. Roger H. Soultau menyatakan bahwa tujuan negara adalah memungkinkan rakyatnya berkembang serta menyelenggarakan daya ciptanya sebebas mungkin.
2. Harold J. Laski menyatakan bahwa tujuan negara adalah menciptakan keadaan di mana rakyatnya dapat mencapai terkabulnya keinginan-keinginan secara maksimal.
3. Plato menyatakan bahwa tujuan negara adalah memajukan kesusilaan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial.
4. Thomas Aquino dan Agustinus menyatakan bahwa tujuan negara adalah untuk mencapai penghidupan dan kehidupan aman dan tenteram dengan taat kepada dan di bawah pimpinan Tuhan. Pemimpin negara menjalankan kekuasaan hanyalah berdasarkan kekuasaan Tuhan yang diberikan kepadanya.
E. Klasifikasi Negara
Klasifikasi negara dapat dilihat berdasarkan beberapa indikator, seperti jumlah orang yang berkuasa, bentuk negara, dan asas pemerintahan.
1. Jumlah orang yang berkuasa dan orientasi kekuasaan
Jumlah orang yang berkuasa dapat berjumlah satu orang, sekelompok orang, atau banyak orang. Sedangkan orientasi kekuasaan dapat berorientasi kepada kepentingan pihak yang berkuasa (disebut bentuk negatif), atau berorientasi demi kepentingan umum (disebut bentuk positif).
2. Bentuk negara ditinjau dari sisi konsep dan teori modern terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Negara Kesatuan, yaitu negara yang merdeka dan berdaulat, dengan satu pemerintah pusat yang berkuasa dan mengatur seluruh daerah. Dalam pelaksanaannya, negara kesatuan terbagi dua, yaitu: Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi, di mana seluruh persoalan yang berkaitan dengan negara langsung diatur dan diurus oleh pemerintah pusat.
Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi, di mana kepala daerah diberikan kesempatan dan kekuasaan untuk mengurus rumah tangganya sendiri atau dikenal dengan otonomi daerah atau swatantra.
b. Negara Serikat (Federasi), yaitu bentuk negara yang merupakan gabungan dari beberapa negara bagian dari negara serikat. Kekuasaan asli dalam negara federasi merupakan negara bagian, karena ia berhubungan langsung dengan rakyatnya. Sementara, negara federasi bertugas untuk menjalankan hubungan luar negeri, pertahanan negara, keuangan, dan urusan pos.
3. Asas penyelenggaraan kekuasaan, yaitu berbagai tipe negara menurut kondisinya, seperti:
a. Menurut ekonomi: negara agraris, negara industri, negara berkembang, negara sedang berkembang, dan negara belum berkembang. Selain itu, dikenal juga negara-negara utara dan negara-negara selatan (negara utara: negara maju/kaya, negara selatan: negara sedang berkembang/miskin).
b. Menurut politik: negara demokratis, negara otoriter, negara totaliter, negara satu partai, negara multipartai, dan sebagainya.
c. Menurut sistem pemerintahan: sistem pemerintahan presidentil, parlementer, junta militer, dan sebagainya.
d. Menurut ideologi bangsa: negara sosialis, negara liberal, negara komunis, negara fasis, negara agama, dan sebagainya.
F. Elemen Kekuatan Negara
Kekuatan suatu negara tergantung pada beberapa elemen seperti sumber daya manusia, sumber daya alam, kekuatan militer, dan teritorial negara tersebut.
1. Sumber Daya Manusia (SDM)
Kekuatan negara tergantung pada jumlah penduduk, tingkat pendidikan warga, nilai budaya masyarakat, dan kondisi kesehatan masyarakat. Semakin banyak jumlah penduduk, semakin berkualitas SDM, dan semakin tinggi tingkat kesehatan, maka negara akan semakin maju dan kuat.
2. Teritorial Negara
Kekuatan negara juga tergantung seberapa luas wilayah negara, yang terdiri atas darat, laut, dan udara, letak geografis dan situasi negara tetangga. Semakin luas dan strategis, maka negara tersebut akan semakin kuat.
3. Sumber Daya Alam
Kekuatan negara tergantung pada kondisi alam atau material buminya, berupa kandungan mineral, kesuburan, kekayaan laut, dan hutan. Semakin tinggi kekayaan alam, maka negara tersebut semakin kuat, negara yang kaya akan minyak, agroindustri, dan manufaktur akan menjadi negara yang tangguh.
4. Kapasitas Pertanian dan Industri
Sektor pertanian mempengaruhi kekuatan negara, karena pertanian memasok kebutuhan pokok seperti beras, sayur mayur, dan lauk pauk. Tingkat budaya, usaha warga negara dalam bidang pertanian, industri dan perdagangan yang maju, menjamin kecukupan pangan atau swasembada pangan sehingga negara menjadi kuat.
5. Kekuatan Militer dan Mobilitasnya
Kekuatan militer dan mobilitasnya sangat menentukan kekuatan negara, negara yang mempunyai jumlah anggota militer, dan kualitas personel dan peralatan yang baik akan meningkatkan kemampuan militer dalam mempertahankan kedaulatan negara.


6. Elemen Kekuatan yang Tidak Berwujud
Segala faktor yang mendukung kedaulatan negara, berupa kepribadian dan kepemimpinan, efisiensi birokrasi, persatuan bangsa, dukungan internasional, reputasi bangsa (nasionalisme), dan sebagainya.

Proses Berbangsa dan Bernegara Indonesia
Sebagai warga negara Indonesia, kita perlu mengetahui proses terjadinya pembentukan negara ini, sehingga dapat menambah kecintaan kita pada tanah air ini.
Para pendiri negara Indonesia (the founding fathers) menyadari bahwa negara Indonesia yang hendak didirikan haruslah mampu berada di atas semua kelompok dan golongan yang beragam. Hal yang diharapkan adalah keinginan hidup bersatu sebagai satu keluarga bangsa karena adanya persamaan nasib, cita-cita, dan karena berasal dalam ikatan wilayah atau wilayah yang sama. Kesadaran demikian melahirkan paham nasionalisme, paham kebangsaan, yang pada gilirannya melahirkan semangat untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Selanjutnya nasionalisme memunculkan semangat untuk mendirikan negara bangsa dalam merealisasikan cita-cita, yaitu merdeka dan tercapainya masyarakat yang adil dan makmur.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang penting bagi pembentukan bangsa Indonesia antara lain:
1. Adanya persamaan nasib, yaitu penderitaan bersama di bawah penjajahan bangsa asing lebih kurang selama 350 tahun.
2. Adanya keinginan bersama untuk merdeka, melepaskan diri dari belenggu penjajahan.
3. Adanya kesatuan tempat tinggal, yaitu wilayah nusantara yang membentang dari Sabang sampai Merauke.
4. Adanya cita-cita bersama untuk mencapai kemakmuran dan keadilan suatu bangsa.
Negara Indonesia tidak terjadi begitu saja. Kemerdekaan Indonesia diraih dengan perjuangan dan pengorbanan, bukan pemberian. Terjadinya negara Indonesia merupakan proses atau rangkaian tahap yang berkesinambungan. Rangkaian tahap perkembangan tersebut digambarkan sesuai dengan keempat alinea dalam pembukaan UUD 1945. Secara teoretis, perkembangan negara Indonesia terjadi sebagai berikut:
1. Terjadinya negara tidak sekadar dimulai dari proklamasi, tetapi adanya pengakuan akan hak setiap bangsa untuk memerdekakan dirinya. Bangsa Indonesia memiliki tekad kuat untuk menghapus segala penindasan dan penjajahan suatu bangsa atas bangsa lain. Inilah yang menjadi sumber motivasi perjuangan (Alinea I Pembukaan UUD 1945).
2. Adanya perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan. Perjuangan panjang bangsa Indonesia menghasilkan proklamasi. Proklamasi barulah mengantarkan ke pintu gerbang kemerdekaan. Jadi, dengan proklamasi tidaklah selesai kita bernegara. Negara yang kita cita-citakan adalah menuju pada keadaan merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur (Alinea II Pembukaan UUD 1945).
3. Terjadinya negara Indonesia adalah kehendak bersama seluruh bangsa Indonesia, sebagai suatu keinginan luhur bersama. Di samping itu adalah kehendak dan atas rahmat Allah Yang Maha Kuasa. Ini membuktikan bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius dan mengakui adanya motivasi spiritual (Alinea III Pembukaan UUD 1945).
4. Negara Indonesia perlu menyusun alat-alat kelengkapan negara yang meliputi tujuan negara, bentuk negara, sistem pemerintahan negara, UUD negara, dan dasar negara. Dengan demikian, semakin sempurna proses terjadinya negara Indonesia (Alinea IV Pembukaan UUD 1945).
Oleh karena itu, berdasarkan kenyataan yang ada, terjadinya negara Indonesia bukan melalui pendudukan, pemisahan, penggabungan, pemecahan, atau penyerahan. Bukti menunjukkan bahwa negara Indonesia terbentuk melalui proses perjuangan (revolusi). Dokumentasi proses perjuangan dan pengorbanan dalam pembentukan negara ini tertata rapi dalam unsur produk hukum negara ini, yaitu Pembukaan UUD 1945.

Tidak ada komentar: